"Jendelo iki diukur. Aku sek nggawe, wong pajek ngerti regane, piye? Keren to hebat. Orang pajak tu detail, sigap tau tentang semuanya. Bahkan kita yang punya aja ngga tau, orang pajak tau. Hebat sekali," katanya menyindir.
(Jendela ini diukur. Aku yang bikin, orang pajak tahu harganya, gimana? Keren kan hebat. Orang pajak itu detail, sigap tahu tentang semuanya. Bahkan kita yang punya saja tidak tahu, orang pajak tahu)
Tak hanya itu, Soimah pun menceritakan mengenai pembelian rumahnya yang seharga Rp430 juta. Ia sempat ditolak pengurusan sertifikat rumah sebab masih bersangkutan dengan pajak yang harus dibayarkannya.
"Terus maneh. Aku tuku omah cilik-cilikan. Sing duwe omah iki, tak utang yo pak tak cicil, entuk, nek aku bayaran ngko tak cicil. Regane iki alah wong omah cilik Rp430 juta. Wes lunas kan ngurus-ngurus sertifikat to, neng notaris. Ora lolos gara-gara pajek. Aku diarani ngapusi. Yo ora iso, omah iki nang daerah kono regane Rp650 juta.
Loh, lah wong aku tuku ki Rp430 juta la kok wong pajek e mekso, ora. Mosok Soimah tuku omah regane Rp430 juta jare. Loh piye maksude kuwi? Njur ngopo? Hebat ora?," lanjutnya menyindir.
Baca Juga: Sendirian di Rumah Soimah Jatuh ke Dalam Sumur, Suami Pulang Istri Sudah Meninggal
(Lalu lagi, Saya membeli rumah kecil-kecilan. Saya hutang, saya cicil ke yang punya rumah. Boleh. Kalau saya bayaran nanti saya cicil. Harganya Rp430 juta. Sudah lunas kan mengurus sertifikat di notaris. Engga lolos gara-gara pajak. Aku dibilang berbohong. Ya ngga bisa, rumah ini di daerah sana harganya Rp650 juta.
Yang beli kan saya Rp430 juta lah kok orang pajak memaksa, tidak. Masa Soimah beli rumah harganya Rp430 juta katanya. Lah gimana maksudnya itu? Terus kenapa? Hebat tidak?)