Apakah Bakar-bakaran di Tahun Baru Diperbolehkan? Cek Hukum Merayakan Tahun Baru bagi Umat Islam

28 Desember 2023, 15:04 WIB
Ilustrasi bakar-bakaran. hukum merayakan tahun baru bagi umat Islam.* /Pixabay/@luxstorm

 

PORTAL PURWOKERTO – Apakah umat Islam diperbolehkan merayakan Tahun Baru atau tidak, termasuk acara bakar-bakaran yang biasanya menjadi agenda wajib banyak orang di malam pergantian tahun.

Salah satu momen yang mungkin paling ditunggu banyak orang di seluruh dunia mungkin adalah Tahun Baru. Ya, momen pergantian tahun memang jadi hari spesial banyak orang karena merupakan momen berkumpul bersama orang tersayang.

Namun, apakah agenda bakar-bakaran di Tahun Baru bagi umat Islam diperbolehkan? Simak hukum merayakan Tahun Baru bagi umat Islam berikut ini.

Awal Mula Tahun Baru Masehi

Ada beberapa pendapat yang berbeda terkait hukum merayakan tahun baru dianggap halal atau haram bagi umat Islam. Sebelum itu, Anda perlu ketahui terlebih dahulu mengenai awal mula sejarah Tahun Baru Masehi.

Baca Juga: 18 Ucapan Selamat Tahun Baru 2024 yang Islami Penuh Makna

Penetapan 1 Januari sebagai Tahun Baru ini bermula pada masa sebelum masehi yakni abad ke 46. Dimana Julius Caisar pada masanya membuat kalender matahari yang dianggap lebih akurat dibanding kalender lain yang ada sebelumnya.

Julius yang merupakan penguasa Romawi resmi menetapkan permulaan Tahun Baru pada tanggal 1 Januari. Orang Romawi pada abad tersebut juga mempersembahkan Tahun Baru kepada Dewa Janus.

Adanya hubungan antara ritual Romawi dan sejarah tahun baru inilah yang menjadi salah satu alasan sebagian besar ulama melarang umat Islam untuk ikut merayakan.

Merayakan Tahun Baru Diperbolehkan, Asalkan..

Sebagian ulama di Indonesia memang menganggap bahwa merayakan Tahun Baru termasuk haram karena berhubungan dengan tradisi budaya Barat. Dan banyak yang berpendapat perayaan tersebut tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Namun, tidak semua ulama berpendapat sama. Ada juga yang berargumen bahwa merayakan Tahun Baru boleh saja asalan tidak melanggar ajaran Islam dan tidak merugikan orang lain.

Hukum Perayaan Tahun Baru Menurut NU

Pergantian Tahun Baru Masehi dilansir pada NU Online dan dijelaskan oleh Ahmad Samsul Rijal selaku Katib Syuriah PCNU Jombang, bahwa hal tersebut tidak memiliki makna khusus dan sebagai momen pergantian tahun saja.

Banyak masyarakat kita yang memang hidup di tengah keberagaman budaya, tradisi, dan agama sehingga banyak ulama salaf dan khalaf yang menilai momen Tahun Baru lewat sudut sosial.

Baca Juga: Doa Awal Tahun Baru Islam Beserta Artinya, Dibaca Setelah Magrib dan Doa Minum Susu 1 Muharram

Hal ini yang menjadikan sebagian besar ulama berfatwa diperbolehkan mengucapkan atau tidak ada larangan untuk merayakan tahun baru. Yang artinya boleh dilakukan dalam keterkaitannya di kehidupan sosial masyarakat.

Momen perayaan tahun baru juga bisa diwujudkan dengan sedekah, dzikir, shalawat, dan lainnya. Dan perlu digaris bawahi bahwa untuk tidak mengikuti kebiasaan perayaan yang buruk.

Hukum Perayaan Tahun Baru Menurut Muhammadiyah

Adapun hukum Tahun Baru menurut Islam didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi.

"Jauhilah oleh kalian musuh-musuh Allah dalam perayaan mereka."

Oleh karenanya menurut ajaran Muhammadiyah, perayaan tahun baru dilarang karena dianggap melestarikan perayaan kaum Romawi.

Dilansir PWMU, toleransi masih dilakukan cukup pada tidak mengganggu ibadah orang lain dan membiarkan. Perayaan tahun baru mirip dengan kasus perayaan umat Majusi pada zaman Nabi yaitu Hari Raya Nairuz dan Mihrajan.

Rasulullah SAW melarang umatnya untuk bersenang-senang dan makan di perayaan tersebut. Landasan lainnya ada pada QS. Al Isra ayat 36 yang artinya.

Baca Juga: Peringati Hari Ibu, Menparekraf Sebut Peran Perempuan Makin Strategis: Situasi Ekonomi Penuh dengan Tantangan

"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya."

Karena perayaan pergantian tahun atau tahun baru 1 Januari dipersembahkan untuk Dewa Janus, sosok dua wajah yang menghadap ke depan dan belakang.

Dapat disimpulkan bahwa hukum merayakan Tahun Baru Masehi dalam Islam tergantung pada pendapat ulama masing-masing. Ada baiknya Anda memutuskan sendiri apakah akan tetap merayakan Tahun Baru atau tidak sesuai keyakinan masing-masing.***

 

Editor: Yumi Karasuma

Tags

Terkini

Terpopuler