PART 2 Sewu Dino SimpleMan, Cerita Horor Akun Twitter Pencerita KKN Desa Penari, LENGKAP

7 Mei 2022, 21:59 WIB
Part 2 Sewu Dino Simple Man /@Twitter SimpleMan/

PORTAL PURWOKERTO – Part 2 cerita horor Sewu Dino. Cerita horor ini berasal dari thread Twitter SimpleMan. Cerita ini diklaim lebih seram dari KKN Desa Penari.

Simak cerita horor Sewu Dino yang dikutip Portal Purwokerto dari akun Twitter SimpleMan pada Sabtu, 7 Mei 2022.

Pada part 1, Sri ditawari upah 5 juta per bulan oleh Mbah Krasa. Pada part 2 cerita horor ini, misteri kerjaan yang dilakoni Sri terungkap.

Sri kaget bukan maen, gaji PRT tahun itu cuma 500 ribu. Sri pun setuju, ia tidak tahu harus mengatakan apa, bahkan ketika si wanita sudah pergi, si pemilik jasa, tidak akan memungut uang sepersen pun dari Sri, hal ini, membuat serentetan kejadian ini menjadi semakin aneh. Pekerjaan macam apa yg di gaji setinggi itu. Sri mulai ragu. Ia pulang, menceritakan sama bapak. Namun, bapak mengatakan hal yg sedari tadi di pikirkan Sri.

“firasat bapak kok gak apik yo ndok, opo gak usah budal ae, golek maneh ae” (firasat bapak kok buruk ya, apa gak usah aja, cari yg lain).

Namun Sri meyakinkan, bahwa ia harus kerja. Kapan lagi, ia mendapat pekerjaan dengan gaji setinggi itu. Dalam hati kecil Sri, ia ingin melihat terlebih dahulu, pekerjaan apa yg di berikan kepadanya, keesokan harinnya, ia pergi, ke rumah Mbah Krasa, disana, ia melihat Erna dan Dini, mereka sama-sama terkejut satu sama lain. Seperti sebelumnya, mereka, di panggil satu persatu, hingga tiba giliran Sri, kali ini, ia melihat semua anggota keluarga Mbah Krasa. Ada 7 orang, yg kesemuanya, duduk memandang Sri, sama seperti sebelumnya, mereka seperti mengamati Sri dari ujung kepala, hingga mata kaki.

“ngeten mbak, kulo bade tandet, sampean purun, nyambut ten mriki, soale, onok pantangan'e, nak sampeyan purun, pantangane ra isok di cabut maneh” (begini mbak, saya mau tanya dulu, anda setuju bekerja disini, karena ada larangan keras bila anda sudah menerimannya, larangannya tidak akan bisa dicabut) kata seorang wanita yg lebih muda. Umurnya berkisar sekitar 30'an.

Baca Juga: Cerita KKN Desa Penari LENGKAP Versi Widya dari Twitter SimpleMan, Asli Bikin Merinding Tapi Makin Penasaran

“larangan nopo nggih mbak” (larangan seperti apa?)

Sri bisa melihat gelagat aneh, karena mereka saling memandang satu sama lain, seakan pertanyaan Sri tidak perlu mereka jawab. Mbah Krasa berdiri dari tempatnya, ia lalu berbisik pada Sri, “uripmu bakal dijamin, nek awakmu gelem ndok, tapi nek awakmu gak gelem, mbah gak mekso” (hidupmu akan terjamin bila kamu mau, tapi saya tidak mau memaksa kalau kamu tidak mau). Tidak ada jawaban dari pertanyaan Sri. Namun, Sri memberi jawaban pada saat itu juga.

“nggih, kulo purun” (iya, saya mau)

Sri pun melangkah pergi, ia menemui Dini dan Erna, rupannya, mereka semua diterima bekerja disini. Disini? Adalah pertanyaan yg akan membuat mereka kebingungan, terutama, saat malam mereka tiba.

Malam itu. ketika mereka semua sudah datang di rumah ini. tampak Mbah Krasa sudah menunggu bersama anggota keluarga lain, disini, ia menjelaskan, bahwa mereka bertiga, akan di tugaskan, di sebuah rumah lain, sebuah rumah yg sangat jauh, jauh sekali, rumah di dalam sebuah hutan. Sri dan yg lain bingung, tidak ada penjelasan ini sebelumnya, namun, mereka sudah berjanji mau menerima pekerjaan ini. Rumah macam apa yg di maksud pun Sri tidak mengerti, ada sebuah mobil yg sudah siap mengantar mereka, disana, sopir mereka, akan menjelaskan pekerjaannya.

Mobil sudah bergerak, Sri, Erna dan Dini, masih terlihat kaget, satu sama lain tidak ada yg bicara, bingung, Sri memberanikan diri bertanya kepada sopir, namun sopir, memberi isyarat bahwa mereka, tidak boleh bicara terlebih dulu, seakan-akan, mereka di buntuti sesuatu. Ada kejadian menarik yg membuat Sri semakin curiga, setiap persimpanga, si sopir berhenti, mengambil sesuatu dari belakang, meletakkannya di tengah jalan, seperti bunga di dalam kotak yg terbuat dari daun pisang. Hal itu, menimbulkan kecurigaan apa yg sebenarnya ia lakukan.

Hal itu terus menerus dilakukan, sampai akhirnya, mobil sudah meninggalkan kota, jauh, dan perlahan mulai memasuki area hutan, jam menunjukkan pukul 12 malam, saat kegelapan hutan, mulai menyelimuti mereka. Tidak terbayangkan, bahwa mereka, akan tinggal di dalam hutan segelap ini. Kiri kanan pepohonan, dengan semak belukar, Mobil terus berjalan, sampai, tiba di sebuah jalan setapak, perlahan, mobil melesat masuk, diatas jalan setapak yg di tumbuhi rumputan liar, mobil terus menerabas memaksa masuk. Sri dan yang lain, mulai merasa tidak nyaman dengan ini.

“pak bade ten pundi niki, kulo mboten di pateni kan” (pak, kita mau kemana, saya tidak akan di bunuh kan?) tanya Dini.

Baca Juga: Cerita KKN Desa Penari LENGKAP Versi Widya dari Twitter SimpleMan, Asli Bikin Merinding Tapi Makin Penasaran

Si sopir hanya tersenyum, tetap memaksa mobil, menembus sela pepohonan, seakan mencari jalan di tengah gelap hutan yg di penuhi kabut di sepanjang jalan. Setelah jauh masuk ke dalam hutan, mobil berhenti di sebuah semak dan pohon yg tidak lagi bisa di lalui mobil, ada kejadian aneh, dimana ada satu pohon yg tidak terlalu besar, tumbang begitu saja.

Si sopir keluar dari mobil, menyingkirkan pohon tumbang itu, dan darisana ada jalan. Setelah melewati jalan yg naik turun, mereka sampai di sebuah rumah gubuk, terbuat dari kayu yg di susun serampangan, atapnya tidak terlalu tinggi, terlihat sangat kumuh, bahkan lebih kumuh dari rumah Sri. Dari sana, muncul seorang pria tua, yg seperti sudah menunggu mereka semua.

Sri dan yg lain turun, kemudian si sopir menjabat tangan si pria tua, mencium tangannya, sebelum memperkenalkan Sri dan 2 orang lainnya.

“mulai tekan kene, bapak iki sing jelasno kabeh” (mulai dari sini, si bapak yg akan menjelaskan semua).

Tampak dari luar, bapak itu sudah uzur, bahkan carannya berjalan saja seperti kewalahan menyangga badannya sendiri. Ia tidak bicara banyak, hanya memperkenalkan namannya, pak Ageng, katannya, lalu, ia mengajak Sri dan yg lain masuk ke rumah itu, ia menuntunnya masuk ke kamar.

Di salah satu kamar itu, Sri dan yg lain, kaget bukan maen, karena tepat di atas ranjang, ada sebuah peti mati, keranda mayat, di dalamnya, ada seorang gadis yg mungkin masih SMU, masih muda, ia memejamkan matannya, di badannya, ia melihat nanah busuk dan garis lebam hitam, siapa?

“nami kulo Tamin, kulo ngertos, akeh sing kepingin njenengan2 takokno, enten opo sing kedaden nang kene” (nama saya Tamin, saya mengerti, pasti banyak yg ingin kalian tanyakan tentang apa yg barusaja kalian lihat disini).

Baca Juga: Siapa Badarawuhi? Penari Cantik Bertubuh Ular dengan Selendang Hijau di Film KKN Desa Penari, Apakah Nyata?

Si pria tua itu membungkuk, sebelum melangkah keluar kamar.

“onok opo asline nang kene” (ada apa sih sebenarnya ini) kata Dini, ia tidak bisa mengalihkan pandanganya pada gadis itu.

Matanya terpejam, di kurung oleh bambu kuning yg di bentuk menyerupai keranda mayat, Sri dan yg lain, yakin, ada sebuah rahasia di tempat ini, namun apa itu! Saat-saat kebingungan itu, Sri melangkah mundur, ia tidak sanggup lagi melihat gadis itu yg entah siapa dan kenapa ada disini, ia berniat mencari tahu, dan bertanya langsung kepada sopir yg mengantar mereka, sampai, langkahnya terhenti menakala, ia mendengar si sopir berbicara.

“gik, opo gak onok sing jelasno nang cah iku mau, kerjo opo nang kene, kok koyok'ane kaget ngunu” (Gik, apa gak ada yg ngasih tau mereka, pekerjaan apa yg sebenarnya di janjikan disini, kok tampaknya mereka terkejut sekali).

Si sopir mulai bicara, “dereng mbah, ngapunten” (belum mbah, maaf).

“awakmu langsung balik tah, gak mene a?” (loh, kamu mau langsung pulang tah, apa gak besok saja) tanya si mbah.

“mboten mbah, mbenjeng kulo kudu ngantar ibuk” (tidak mbah, besok saya harus mengantar ibu).

“yo wes, ati-ati, ojok langsung muleh, wedine onok iku” (ya sudah, hati hati, takutnya ada itu)

“iku” batin Sri, apa maksud kalimat itu, apa yg mengikuti sebenarnya, dan ada apa semua ini, banyak pertanyaan muncul dalam kepala Sri, sebelum, si mbah tiba-tiba bicara.

“metuo ndok, aku roh awakmu nang kunu” (keluar saja nak, saya tau kamu ada disitu).

Sri melangkah keluar, melihat cahaya mobil mulai menjauh, pudar, lalu menghilang.

“celuk'en kancamu, ben ngerti, alasan kenek opo sedoyo onok nang kene” (panggil temanmu, biar mengerti, kenapa kalian ada disini).

Sri pun memanggil yg lain. Mbah Tamin duduk di sebuah kursi panjang, matanaya menerawang jauh di teras rumah gubuk, sementara Sri dan yg lain berdiri, siap dengan penjelasan tentang semua ini. Suasana hutan kian mencekam, setiap sudut pohon seakan hidup dan mengamati mereka, Sri merasa kecil di tempat ini

“aku isih iling, cah cilik ayu, ceria, ra nduwe duso. koyok jek wingi yo, tapi, cah cilik iku, sak iki, nang ambang nyowo, perkoro Santet menungso laknat!” (aku masih ingat, anak kecil, cantik, ceria, belum punya dosa, seperti baru kemarin rasanya, tapi sekarang, anak kecil itu terbaring sakit, melawan kodrat nyawanya, hanya karena santet dari manusia biadab!!) wajah mbah Tamin menegang, kosakata kalimatnya seperti penuh amarah, membuat Sri dan yg lain bergidik ngeri.

“cah cilik iku, Dela, yo iku, sing nang kamar” (anak kecil itu Dela, dia yg di kamar)

“SANTET?” ucap Sri dan yg lain bersamaan. Wajah Sri dan yg lain semakin menegang

Baca Juga: Biodata Pemeran Ayu KKN Desa Penari, Aghniny Haque yang Menawan Saat Menari dan Jadi Dawuh

“iyo, mangkane, cah iku, di gowo nang kene, disingitno, ben isok tahan, sampe ketemu Awulurane” (iya, karena itu dia di smebunyikan disini, biar bisa bertahan, sampai ketemu cara memasang santetnya).

“disingitno tekan sinten mbah” (di sembunyikan dari siapa mbah?) tanya Sri, yg semakin tertarik, seakan semua yg ada disini membuatnya penasaran.

Mbah Tamin menatap Sri, matanya seakan tidak nyaman dengan pertanyaan itu.

“akeh sing rung mok erohi, luweh apik gak roh ae” (banyak yg tidak kamu ketahui, lebih baik tidak tahu saja)

Suasana menjadi hening sesaat, mbah Tamin mengambil sebuah kotak, mengambil sejumput daun kering dari dalam kotak itu, memelintirnya dengan kertas, sebelum menyesapnya kuat-kuat, asap mengepul dari mulutnya.

“sak iki, tak uruki tugas'e njenengan kabeh yo” (sekarang waktunya saya memberitahu tugas kalian disini).

Mbah Tamin berdiri, ia seakan memberi tanda agar Sri dan yg lain mengikutinya. Ia berjalan disamping sisi rumah, banyak sekali potongan kayu yg di susun, memang, rumah ini terlihat mengerikan, dengan pencahayaan yg hanya dari lampu petromax, selain itu, kegelapan, ada dimana-mana. ia berhenti tepat di belakang rumah, ada sebuah pagar bambu, dimana, di dalamnya, ada sebuah sumur, disana, tempat untuk mandi, dan tempat untuk mengambil air untuk kebutuhan hidup selama tinggal disini, termasuk, untuk basuh sudo (tubuh mati) Dela yg terbaring tak bergerak.

Hanya Sri yg berinisiatif bertanya, terutama ketika soal memandikan itu, entah apa dan kenapa, Sri seakan tahu, cara memandikanya pasti tidak sama seperti cara memandikan orang biasa. Hal itu, membuat mbah Tamin tersenyum, seakan mempersingkat penjelasan beliau tentang ini semua

“iyo, cara ngedusine, pancen onok tata carane, salah sijine, kembang pitung rupo” (iya, cara memandikanya, memang berbeda, ada tata caranya, salah satunya, bunga 7 rupa).

Mbah Tamin menunjuk sebuah tempat khusus, dimana, ada bunga dengan rupa berbeda, di letakkan di atas tempeh. Dengan cekatan, mbah Tamin mengisi baskom dengan air, mencampurinya dengan bebungaan itu, membawanya ke kamar tempat Dela tertidur. Lalu, ia melihat Sri, memanggilnya, Dini dan Erna hanya mengamati saja. Ia diminta mengikat tangan dan kaki Dela, Sri menuruti apa kata mbah Tamin

Walau sebenarnya ia bingung, kenapa Dela harus diikat, setelah Sri menyelesaikan tugasnya, mbah Tamin baru membuka keranda bambu kuning itu, ia mulai membasuh badan Dela. Sri ikut membantu, dan disana, Sri menemukan fakta mengejutkan lain, perut Dela, membesar seperti mengandung

Sri yg membasuhnya, menatap mbah Tamin dengan tatapan bingung dan kaget, namun mbah Tamin tampak mengerti apa yg ingin Sri tanyakan, setelah selesai dengan semua itu, Keranda kembali di tutup, dan kain yg mengikat Dela di lepas satu persatu.

Mbah Tamin melangkah pergi.

“mbah” kata Sri, mengejar mbah Tamin, di belakangnya ada Dini dan Erna yg tidak tahu apa yg baru Sri lihat.

“engkok, tak ceritani, nek awakmu wes siap. tugasmu kabeh, ngurus Dela” (nanti saya ceritakan kalau kamu sudah siap saja, tugas kalian mengurus Dela), kata Mbah Tamin.

Sudah 3 hari berlalu, Sri, Dini dan Erna, bergantian mengurus Dela, mulai memandikanya, memberinya minuman, gadis itu, lebih seperti gadis yg tengah koma di bandingkan gadis yg di santet entah oleh siapa dan bagaimana latar ceritanya, masih terlalu awam untuk tahu, pikir Sri. Entah sudah keberapa kali, Sri mendengar Erna dan Dini berbicara tentang Dela, berbicara tentang bau busuk yg keluar dari tubuhnya, sampai kalimat tidak menyenangkan lainya saat mereka tinggal di tempat ini, dan betapa misteriusnya lelaki tua bernama Tamin itu, Sri memilih diam.

Namun, di luar semua itu, sebenarnya Sri sama seperti yg lain, aroma busuk itu, benar2 menganggunya. Selain itu, hidup disini sangat berat, tidak ada orang lain, kiri kanan hanya pohon liar, seakan mereka tinggal di dunia yg berbeda. Suatu sore, mbah Tamin pamit, ia akan pergi.

Ia berpesan kepada Sri dan yg lainya, untuk tetap menjalankan tugasnya, dan tidak melupakan pantangan yg sudah ia ucapkan, salah satunya, untuk tidak lupa mengikat Dela saat membuka keranda itu. Tidak lupa, mbah Tamin juga berpesan, untuk tidak membukakan pintu, pada malam ini.

Baca Juga: Review Film KKN Desa Penari, Penonton Sampai Kesurupan, Benarkah Filmnya Lebih Seram dari Kisah Asli?

Siapapun dan bagaimanapun, jangan membuka pintu, ucap mbah Tamin, sebelum ia pergi, melangkah menembus pepohonan hutan. Sri yg mendengarnya, merasa merinding setiap ingat pesan orang tua itu. Hari sudah gelap, Sri menutup pintu dan jendela, lalu pergi ke kamar, disana ia melihat Dini sudah tidur, di sampingnya Erna tengah meringis menahan sakit.

“koen kenek opo Er?” (kamu kenapa Er) tanya Sri,

“Sri, aku oleh jaluk tulung” (Sri, aku boleh minta tolong tidak)

“jalok tolong opo?” (minta tolong apa?)

“engkok bengi, wayahku ngadusi Dela, isok mok ganteni, mene, wayahmu tak ganteni” (malam ini giliranku memandikan Dela, bisa kamu gantikan, besok, ganti aku yg gantikan kamu).

Awalnya, Sri keberatan, namun, melihat kondisi Erna, Sri setuju. Setelah menerima permintaan Erna, Sri bersiap mengambil air, ia lupa, bahwa air di gentong dapur sudah habis, terpaksa ia membuka pintu, bersiap untuk menimba air dari sumur. Meski awalnya ragu, Sri mematung di depan pintu, lalu, perlahan membukanya, lalu keluar

Entah perasaan tidak enak macam apa yg Sri rasakan, malam ini, lebih hening dari biasanya, tidak terdengar suara binatang malam, seakan membawa ketakutan Sri yg selama ini ia tahan menyeruak keluar. Sri melangkah keluar, ia cepat2 pergi ke sumur, menimbanya, lalu kembali, tapi.. dari sudut mata Sri, jauh di salah satu pohon besar di samping pagar bambu kamar mandi, Sri melihat ada wajah yg mengamati, saat Sri menatapnya, wajah itu menghilang, Sri terdiam cukup lama, namun, ia tetap melanjutkan tujuanya

Ia harus cepat melakukan tugasnya. Sri segera menimba air dengan cepat, tidak lupa matanya awas menatap sekeliling, seakan ia sedang di kejar sesuatu, setelah semua selesai, Sri berlari dan mengunci pintu, perasaan lega langsung di rasakan oleh Sri. kini, ia melangkah menuju kamar Dela. Sri meletakkan airnya, taburan kembang sudah ia lakukan, kini, Sri membuka keranda Bambu kuning, mulai membasuh tubuh Erna dengan handuk kecil, ia masih tertuju pada perut besarnya, yg kata Erna, di hamili oleh mbah Tamin, namun, Sri tidak percaya, ia selalu menyangkal ucapan itu

Sri terus membasuhnya, hingga sampai ke tanganya yg penuh luka borok, disana, Sri terdiam, ia lupa, belum mengikat tangan dan kaki Erna, saat Sri baru menyadarinya, ia menatap Erna, membuka mata, tersenyum menyeringai, melotot menatap Sri.

Kaget, Sri beringsut mundur, namun Dela mencekik leher Sri kuat-kuat, ia mengangah, menunjukkan gigi hitamnya yg membusuk. Terjadi pergulatan hebat antara Sri dan Dela, Sri hanya berusaha melepaskan cekikan Dela yg kuat sekali, membuatnya hampir meregang nyawa

“sopo koen ndok?” (siapa kamu nak?) tanya Dela, suaranya berat, nyaris menyerupai suara seorang wanita tua.

“nang ndi iki ndok?” (dimana ini nak)

Sri masih mencoba melepaskan cengkraman kuat itu, namun Dela, terus menyeringai, air liurnya menetes, matanya putih, ia tersenyum. “jawab nek di takoni ndok” (jawab kalau di tanya!!)

“sinten njenengan” (siapa anda) tanya Sri terbata-bata, nafasnya mulai sesak,

Dela tertawa semakin keras, membuat Sri menangis ketakutan, sebelum, Erna masuk ke kamar karena keributan itu, ia bingung, melihat Dela terbangun

“onok opo iki Sri, kok Dela kok Dela” (ada apa ini sri, kenapa Dela, kenapa Dela) bingung, Dela menyeringai melihat Erna sebelum akhirnya melepaskan cekikan itu, ia melompat ke atas ranjang, merangkak kemudian seakan tertawa kegirangan, Dela berteriak, "cah kliwon kabeh" (ternyata anak kelahiran kliwon semua)

Dela masih tertawa, Sri beringsut mundur, sementara Erna masih bingung dan shock, melihat wajah Dela yg semengerikan itu, Dela terus melihat Sri dan Erna bergantian. "percuma, sewu dinone arek iki bakal entek" (percuma, seribu harinya anak ini akan segera habis)

Baca Juga: Wajah Asli Bima dan Ayu KKN Desa Penari dan Fotonya Sempat Beredar Viral, Simple Man Beri Klarifikasi Begini

"koen kabeh mek dadi tumbal gawe cah iki," (kalian hanya jadi tumbal untuk anak ini) Dela tertawa terus menerus, sebelum Sri melompat dan mencengkram Dela, ia mengguyur Dela dengan air kembang itu, Dela berteriak kesakitan,

"koen lapo!! jupukno Tali ireng iku," (kamu ngapain!! ambilkan tali hitam itu) teriak Sri pada Erna, Erna yg sempat kebingungan, bergegas mengambil tali itu, Sri mengikatnya tepat di lehernya.

"onok opo iki Sri" (ada apa ini Sri) Erna ikut menahan tubuh Dela yg meronta.

Sebelum akhirnya Dela menjadi tenang, dan ia kemudian tertidur kembali, Sri baru mengikat tali itu dengan benar, ia mengangkat Dela kembali ke ranjangnya, menutupnya dengan keranda bambu kuning. Wajah Erna dan Sri masih tidak percaya atas apa yg baru saja terjadi.

Erna mulai menangis. "aku kepingin muleh" (aku ingin pulang)

Sri tidak berkomentar, ia sadar, bahwa sekarang, ia juga ingin pulang, hanya saja bila bukan karena sudah terikat dan pasti ada resiko yg sudah menunggu bila mereka pulang, lantas, apa yg di sembunyikan oleh si mbah. Sri menceritakan semuanya kepada Erna, ia lalai dalam menjalankan tugasnya, karena panik, ia membasuh Dela tanpa mengikat tali di kaki dan tanganya terlebih dulu. Namun gara-gara itu, Sri menyadari, Santet macam apa, yg memasukkan iblis sekuat itu hanya untuk menghabisi nyawa.

Sri jadi ingat cerita bapak, Santet bukan hal baru disini, namun, untuk melaksanakan santet di butuhkan kebencian yg melebihi akal, bila benar itu, kebencian macam apa yg bisa dan setega ini dilakukan oleh orang, hanya untuk mengambil nyawa dari anak yg tidak tahu apa-apa. Namun di balik semua itu, santet ini adalah kali pertama Sri lihat, seperti ada teka-teki, seakan ada yg di tutupi, pasti ada jawabanya, pasti ada jalan keluarnya, namun apa, Sri tidak tahu apapun dari keluarga ini, dan kenapa anak ini sebegitu berharganya. Sampai, Sri teringat:

"Sewu dinone" (seribu harinya) kata Sri lirih, ia melirik menatap Erna,

"Er, ojok ngomong awakmu lahir jumat kliwon" (Er jangn bilang kamu lahir di hari jumat kliwon)

Erna yg mendengarnya, kaget "awakmu pisan?) (kamu juga)

Sri merasa ngeri, sekarang ia tahu sesuatu. Namun, ada satu lagi yg harus ia cari kebenaranya, bila benar, pertanyaanya lengkap, begitupun jawabanya, tidak hanya Dela yg hidup di ujung maut, tapi, mereka bertiga semua, terjerat dalam satu garis weton yg sama. Sejahat itu keluarga ini, untuk harga nyawa mereka semua. Lalu, terdengar suara orang mengetuk pintu. Erna pun sama, ia langsung berdiri

"mbah Tamin muleh Sri, ayo takon mbah asu iku, pokoke kudu di jelasno onok opo ambeh cah gendeng iki" (Mbah tamin pulang Sri, ayo kita tanya orang tua anj*ng itu, dia harus menjelaskan semuanya, ada apa sama anak gila ini"

Baca Juga: Wajah Asli Bima dan Ayu KKN Desa Penari dan Fotonya Sempat Beredar Viral, Simple Man Beri Klarifikasi Begini

Erna pergi, Sri baru ingat pesan mbah Tamin, ia langsung bergegas bersiap menghentikan Erna, Sri lari mengejar Erna, untungnya, ia masih sempat mencengkram lengan Erna, mereka terdiam di depan pintu rumah. Suara ketukan itu, terdengar lagi, setiap ketukanya, terdiri dari 3 ketukan.

Semakin lama, ketukanya semakin cepat, semakin cepat, semakin cepat. Sampai, tidak ada ketukan lagi. Erna dan Sri saling berpandangan, bingung, keheningan menenggelamkan mereka di dalam rumah itu, sebelum, sesuatu, menggebrak pintu dengan keras, hingga membuat mereka tersentak. Mereka hanya diam, berusaha tidak bersuara, lalu, dari belakang, seseorang melangkah masuk.

Dini, melihat 2 temanya, terlihat kacau balau, ia bingung, kemudian berujar, "ga krungu mbah Tamin nyelok ta, ndang di bukak lawange" (kalian gak denger mbah tamin manggil, buka pintunya)

"he, ojok ngawor koen" (jangan ngawur kamu) celoteh Erna, namun Dini memaksa, bahkan Sri yg memegang tanganya, Dini pelototi, sampe akhirnya mereka mengalah,

Dini membuka pintu, disana, mbah Tamin berdiri, ia hanya diam, menatap mereka semua, sebelum melangkah masuk ke rumah. Anehnya malam itu, wajah mbah Tamin tampak merah padam, ia tidak berbicara kepada mereka, tidak membahas kenapa pintunya tidak langsung di buka padahal ia sudah memanggil-manggil dari tadi. Namun Sri, merasa, mbah Tamin tahu, bahwa ia, baru saja lalai terhadap Dela.

Sri dan yg lain, mengikuti mbah Tamin, beliu, masuk ke dalam kamar Dela, lalu perlahan, ia membuka keranda bambu kuning, ia membukanya, kali ini, tanpa mengikat Dela terlebih dahulu, seakan ingin mengulang kesalahan Sri. Hanya Sri dan Erna, yg memandang hal itu dengan ngeri. Sri mendekat perlahan, seakan ingin melihat lebih dekat apa yg orang tua itu lakukan, lalu, tiba-tiba, mata Dela terbuka, ia melihat mbah Tamin, menatapnya cukup lama, sebelum menangis meraung layaknya gadis kecil.

"Loro ki, loro" (sakit ki, sakit sekali)

Dela hanya menangis. Mbah Tamin hanya bisa membelai rambut Dela, berusaha menenangkanya, pemandangan itu seperti melihat seorang ayah dan anak yg saling mengasihi, namun, Sri masih belum mengerti, kenapa, seakan Dela yang ini berbeda dengan Dela yg Sri dan Erna temui tadi. Apa yg terjadi sebenarnya?

"sing sabar yo nduk, mari iki puncak lorohmu" (sabar ya nak, sebentar lagi adalah puncak rasa sakitmu) ucap mbah Tamin, ia masih mengelus rambut Dela. Lalu, Dela melirik, Sri dan yg lain yg hanya diam mematung, tatapanya, seakan mengucapkan "terimakasih sudah mau merawat saya".

Mbah Tamin lalu mengikat tangan dan tali Dela, tergambar wajah sedih disana, ia masuk ke dapur, mengambil sebuah kain putih besar, saat mbah Tamin kembali ke kamar Dela, Dela menangis semakin keras, ia berulang kali mengatkan.

"ojok ki, ojok balekno aku nang kono" (jangan ki, jangan kembalikan saya kesana)

Namun, mbah Tamin tetap meletakkan kain putih itu, menutupi sekujur tubuh Dela yg meronta-ronta, terakhir, mbah Tamin membakar kemenyan, sebelum memegang, kepala Dela, dan terdengar, suara raungan yg mengguncangkan seisi rumah itu. Sri dan Erna sampai beringsut mundur, sosok didalam kain itu terus meraung layaknya iblis yg Sri saksikan tadi, kali ini, Dini tampak terguncang, bingung, ada apa sebenarnya disini. Terdengar suara marah dari dalam kain. ia adalah wujud tadi yg Sri saksikan, "Menungso bejat" (manusia berengsek)

Mbah Tamin terus menekan kepalanya, membuat suara itu semakin menjerit marah, setelah kurang lebih 5 menit mbah Tamin melakukan itu, perlahan, sosok itu mulai tertidur, dan mbah Tamin membuka kain itu, ia melihat Dela memejamkan matanya.

"Sri, Erna, melok aku" (kalian ikut saya) kata mbah Tamin memanggil mereka, sementara Dini, tetap di kamar, hanya dia yg belum mengerti apa yg terjadi disini. Mbah Tamin duduk di teras rumah, kegelapan hutan, benar-benar mencekam kala itu, Sri dan Erna berdiri, menunggu, sebelum mbah Tamin menunjuk sesuatu di antara pepohonan, "awakmu isok ndelok ikuh" (kalian bisa melihatnya)

"nopo to mbah?" (apa ya mbah) kata Sri, bingung.

"mrene" (kesini)

Mbah Tamin, menempelkan jemarinya, menekan mata Sri, sengatan ketika mbah Tamin menekan mata Sri, membuat pengelihatanya memudar perlahan, setelan mencoba memfokuskan matanya, Sri melihat lagi apa yg di tunjuk mbah Tamin. Bagai petir di siang bolong, Sri melihat, banyak sekali makhluk yg tidak bisa dia gambarkan kengerianya, mungkin ada ratusan, atau ribuan, seakan mengepung rumah. Butuh waktu lama, sampai Sri akhirnya tidak sanggup lagi melihatnya, sehingga mbah Tamin menutup kembali pengelihatan itu, mencabut sesuatu dari ubun-ubun Sri, dengan mata menerawang, ia mengatakan kepada Sri.

"Sedo bengi mangkuk nang rogo iku ngunu undangan gawe lelembut. awakmu lali, perintahku Sri, iku ngunu bahaya, isok mateni Dela, ojok sampe lali maneh yo Sri " (raga yang di buat mati adalah sebuah undangan bagi makhluk seperti mereka. kamu lupa dengan perintahku, itu sangat berbahaya, bisa membunuh Dela, jangan ulangi ya)

Erna yg sedari diam saja,a ikut berbicara. "mbah, enten nopo sami Dela, kok isok Dela kate mateni kulo kaleh Sri" (Mbah tolong kasih tahu, apa yg terjadi sama Dela, kok bisa bisanya, dia mau bunuh saya dan Sri)

Mbah Tamin duduk lagi, lalu mengatakan "berarti wes ndelok" (berarti kamu sudah lihat) iku ngunu Cayajati, sing kepingin mateni Dela, tapi ra isok, mergane cayajati butuh singgarahane, koyok sak bojo, Santet sewu dino, mek di nduwei ambek wong pados sing wes podo siap mati" (itu adalah Cayajati, yang ingin membunuh Dela, tapi tidak bisa karena ia butuh Singgarahane, seperti sepasang suami isteri, santet seribu hari, hanya di miliki oleh orang yang siap menanggung dosa, dan siap mati bersama)

Baca Juga: Cerita Horor ASLI KKN Desa Penari, Versi Widya, Original dari SimpleMan

Sri dan Erna masih terlihat bingung, ia tidak mengerti. Mbah Tamin menerawang jauh, menatap sisi hutan tergelap yang Sri saksikan dengan mata kepala sendiri, mereka tidak sendirian di hutan ini. Dengan suara berat, mbah Tamin mengatakanya.

"terlalu awam, kango ngerti iki" (terlalu awal untuk mengerti ini)

"intine, ilmu santet sewu dino, iku pembuka ritual, kanggo mateni sak keluarga sampe sekabehe keturunan iku entek" (intinya, ilmu santet seribu hari, adalah pembuka ritual, untuk menghabisi satu garis keluarga sampai habis keseluruhanya)

Setelah percakapan itu, mbah Tamin melangkah masuk ke dalam kamar, mengunci pintunya, membiarkan semua kejadian itu, meluap, begitu saja. Dengan pertanyaan besar, yg masih menggantung di atas pikiran Sri dan Erna.

Pagi itu, sekitar pondok, kabut tebal menutupi seluk beluk hutan, membuat pandangan mata terbatas, sejak fajar menyingsing, Sri dan Dini sudah ada di sumur, mencuci pakaian untuk keseharian mereka, sedangkan Erna, tengah membasuh Dela didalam kamar. Sampai, terdengar langkah kaki. Sri yg pertama mendengarnya. Ia berdiri untuk melihat, dari jauh, sosok hitam muncul dari balik kabut. perawakanya familiar. Denah pondok rumah, memang sederhana, dari teras maupun kamar mandi, bisa melihat keseluruhan area sekitar, sehingga, sosok mendekat itu, terlihat jelas semakin dekat sosok itu, Sri semakin yakin, dan benar saja, ia mematung sesaat, sebelum Dini ikut berdiri dan melihat apa yg membuat Sri tampak tercekat dalam ekspresi wajahnya, manakala, ia melihat, mbah Tamin mendekat ke arah mereka dengan wajah yg letih.

Ketika, mbah Tamin berdiri di depan Sri, ia seraya bertanya, apakah petuah beliau sudah di jalankan. Sri hanya diam, bibirnya gemetar, Dini lah yg berinisiatif mengambil situasi, ia berucap lirih.

"mbah, sampeyan mambengi mboten mantok ta" (mbah, bukanya semalam, anda pulang)

Mbah Tamin yg mendengar itu, tiba-tiba mengejang, otot wajahnya mengeras, lantas memandang Sri dengan ekspresi tidak percaya, ada kemarahan dalam tatapanya.

"awakmu gak wes tak kandani ta, ojok MBUKAK LAWANG" (bukanya, kamu sudah tak kasih tau, jangan BUKA PINTUNYA)

Terjadi ketegangan dalam situasi itu, sampai, tiba2, mbah Tamin mencengkram leher Sri, Dini yg melihat itu, panik.

"SOPO SING MOK OLEHI MELBU OMAH, NANG NDI MAKHLUK IKU!!" (SIAPA YG KAMU IJINKAN MASUK, DIMANA SEKARANG DIA BERADA)

Dini, mencoba menahan tangan mbah Tamin. Sri hanya membuang muka, ia sudah gemetar ketakutan.

"nang kamar njenengan mbah, tiange mlebet mriku" (di kamar anda mbah, dia masuk kesitu) ucap Dini, mbah Tamin sempat melirik Dini dengan wajah marah, sebelum, bergegas masuk ke rumah, setengah berlari seakan ingin melihatnya.

Sri dan Dini ikut mengejar, bahkan, mereka sempat melihat Erna yg terdiam mematung, seakan kaget melihat mbah Tamin muncul dari luar rumah, padahal, ia tahu betul, si mbah belum keluar dari kamarnya sejak semalam masuk kesana

Tepat ketika, mereka sampai disana, mereka melihatnya. Seseorang mengobrak abrik kamar mbah Tamin, semua barang mbah Tamin berantakan, namun, yg membuat semua orang tercengang adalah, di atas ranjang tempat tidur beliau, ada patek (nisan dari kayu) yg tertulis nama "Atmojo" nama keluarga tempat mereka mengabdikan diri. Krasa Atmojo.

Cukup lama bagi mbah Tamin, memeriksa benda itu, tanpa melihat Sri dan Dini, si mbah berucap "opo sing di lakoni nang kene mambengi ndok" (apa yg dia lakukan saat ada disini semalam).

Sri kali ini yg bicara, ia mengatakan semuanya, termasuk Dela, mimik wajahnya berubah, ia diam sebelum, akhirnya berjalan menuju Dela. Mbah Tamin melihat anak gadis itu, masih terlelap dalam tidurnya, ia membelainya layaknya anak gadisnya sendiri, sama seperti sosok yg ia lihat semalam. Siapa sosok itu sebenarnya. Sri terlihat berpikir, seakan mencari tahu jawaban itu.

setelah hari itu, mbah Tamin mengatakan, ia akan lebih sering keluar rumah, pesanya sama seperti dulu, jangan bukakan pintu manakala hari sudah petang. Sri, Erna dan Dini, mengangguk, pertanda mengerti, namun, perlahan, semua mulai memikirkan itu, kemana si mbah sebenarnya. Sri, Erna dan Dini masih melakukan tugas mereka, secara bergantian sama seperti biasanya.

Sampai, suatu pagi, si mbah belum juga pulang. ini aneh, Dini dan Erna, ada di sumur, mereka sedang mencuci pakaian mereka, saat itu, Sri baru saja melaksanakan tugasnya, membasuh Dela. tidak ada yg berubah dari gadis itu, sebenarnya, bila saja Dela tidak di jahati seperti ini, dia melihat sosok gadis muda yg cantik jelita, tidak hanya itu, perawakanya memang layak menjadi dambaan bagi pria manapun, namun, nasib seperti mempermainkanya, Sri merasa bersimpati. manakala ia selesai melaksanakan tugasnya, tiba-tiba terpecik pikiran penasaran, selama ini, bila di pikir-pikir ia belum pernah masuk ke kamar mbah Tamin, hanya melihatnya dari luar, kira-kira apa yg orang tua itu simpan di dalam kamarnya.

Setelah melihat dan memastikan tidak ada orang disana, ia membuka pintu itu, yg memang tidak di kunci. Sri melangkah masuk, melihat kamar mbah Tamin, tidak ada yg istimewa, selain benda yg sama yg ia temui di dalam kamarnya, lalu, mata Sri tertuju pada sebuah almari tua. Ia menemukan pakaian mbah Tamin, tidak ada apapun disana, bahkan di antara selipan almari, dari atas hingga bawah. lalu, mata Sri tertuju pada sebuah meja yg sudah usang, disana, ada sebuah laci kecil, dengan jantung berdegap kencang, Sri membukanya, kemudian, melihat isinya.

Disana, ia menemukan pasak jagor (boneka isi rumput teki) bentuknya sudah sangat berantakan akibat di cabik dan di tusuk, masalahnya, Sri tahu benda apa itu, itu adalah benda yg sering di gunakan untuk media santet, apa yg sebenarnya orang tua itu lakukan. Tidak hanya itu saja, ada beberapa benda lain, sebuah cincin akik dengan batu merah, dan terakhir, sebuah foto yg usang, dibelakangnya tertulis "keluarga Atmojo" ketika Sri memperhatikan foto itu, ia memekik ngeri, ada Mbah Krasa dan seluruh keluarganya yg pernah ia lihat.

Kaget takut, dan merinding, itu yg Sri rasakan, cepat-cepat ia mengembalikan semuanya, menutup laci itu lagi, kemudian melangkah keluar, saat Sri membuka pintu, ia tersentak, melihat Erna dan Dini menatapnya kaget.

"lapo koen" (ngapain kamu)

Sri terdiam, ia berusaha tetap diam

"gak popo, aku di kongkon si mbah, mberseni kamare mambengi" (semalam, si mbah nyuruh saya bersiin kamarnya)

Meski curiga, Erna dan Dini menerima alasan Sri, ia melewatinya begitu saja, namun, perasaan Sri pagi itu, sudah porak poranda dengan pemikiran-pemikiran gilanya. sejak hari itu, setiap kali berpapasan dengan si mbah, Sri seperti terguncang, ia tidak bisa menutupi ketakutanya, namun, dari cara melihat si mbah, tampaknya beliau tau sesuatu dan itu, membuat Sri tidak tenang. Ia seringkali merasa, mbah Tamin memperhatikan gerak geriknya.

Tapi malam itu, Sugik, sopir yg mengantar mereka datang, ia berbicara empat mata dengan mbah Tamin, seakan ada sesuatu yg mendesak, wajah mbah Tamin tampak mengeras, Sri begitu penasaran, namun kali ini, ia menahan diri sampai akhirnya, pembicaraan itu selesai, si mbah mendekat

"aku bakal melok Sugik nang kediamane Krasa, tolong, jogo omah iki, iling omonganku, yo ndok, mbah percoyo ambek awkmu, tetep lakonono tugasmu, iling yo, paling emben si mbah kaet muleh" (saya akan pergi sama Sugik ke kediaman Krasa, tolong jaga tempat ini, ingat ucapanku lusa mungkin saya baru pulang)

Sri mengangguk, lalu memanggil yg lainya, mereka semua menatap satu sama lain, ada keraguan di mata mereka bila mengingat kejadian sebelumnya, namun, tidak ada yg memprotes ucapan si mbah, karena takut, beliau akan marah lagi seperti sebelumnya. Malam itu, ketika mbah Tamin sudah pergi, Sri merasa ia harus memeriksa kamar beliau lagi, ia tahu, masih ada yg harus ia cari tahu, termasuk teka teki apa yg sebenarnya terjadi, mungkinkah keluarga Krasa tidak tahu menahu perbuatan orang tua ini, Sri menunggu waktu yg tepat. Sri menunggu Erna dan Dini terlelap, maka manakala ia sudah yakin, 2 temanya sudah tertidur, Sri melangkah keluar dari ranjangnya, ia melangkah menuju kamar mbah Tamin yg hanya terpisah sekat antara kamar Dela yg memang tanpa pintu itu.

Sejenak, Sri menguatkan diri, lalu, masuk. Ia membuka pintu, membiarkanya tetap terbuka, sementara ia mulai mencari dimana ia terakhir kali memeriksa benda keramat itu, anehnya, ia tidak menemukanya. Di cari dimanapun, Sri tidak menemukanya, apakah si mbah membawanya, Sri terdiam, berpikir, sampai, sesuatu melintas

Sesuatu seperti baru saja melintas di belakangnya, melewati kamar mbah Tamin, Sri melangkah memastikanya, ia tidak tahu menahu apa itu, tiba-tiba, mata Sri tertuju pada isi dari ranjang mbah Tamin, ia menduga benda itu ada disana, maka, Sri mulai perlahan membukanya. Sri membuka semuanya, namun, ia tidak menemukan benda itu juga disana, manakala Sri masih berusaha mencari, terdengar suara pintu di tutup dari belakang, Sri terhenyak sejenak, sebelum berbalik melihatnya.

Sri terdiam, melihat Dela menatapnya dengan senyuman menyeringai.

"cah cilik wani men nggolek masalah" (masih anak kecil berani sekali cari masalah) kata Dela seraya tetap berdiri menahan pintu, kepalanya menggedek ke kiri dan kanan, seakan menertawakan Sri yg tengah meringkuk, ketakutan.

"kok isok" (kok bisa) kata Sri, ia tak kuasa gemetaran

"coba pikirno ndok" (coba pikirkan nak) kata Dela, "lapo wong tuwek situk iku, mbukak kerandaku trus gak nyancang aku, rupane, kanggo awakmu toh, menungso iku lucu kadang yo" (kenapa orang tua itu membuka keranda ini, lalu tidak mengikatku dengan benar, rupanya untuk kamu ya, manusia itu terkadang lucu ya)

Sri terdiam, ia tiba-tiba berpikir, apa mbah Tamin sengaja membuka keranda itu, sial, harusnya Sri berpikir bahwa kepergian beliau bukankah sesuatu yg aneh, namun untuk apa ia melepaskan makhluk ini. Dela merangkak, ia mendekati Sri yg sudah meringkuk, namun aneh, si Dela hanya melihat wajah Sri sembari tetap tersenyum.

"awakmu gak bakal mati ndok, carane garai aku wegah njupuk nyowomu" (kamu tidak akan mati nak, caranya membuatku malas mengambil nyawamu)

"tak kandani nek koen kepingin eroh, onok opo nang kene,"

(saya kasih sesuatu bila kamu ingin tahu sesuatu, ada apa disini)

Sri masih diam, ia tidak dapat berbicara banyak, ketakutan sudah memenuhi seluruh badanya.

"wet ringin nang etan, tata watu sebelah kidul, bukak'en isine"

(ada sebuah pohon beringin di timur tempat ini, cari sebuah batu tertata lalu buka isinya)

Dela berdiri, membuka pintu, lalu menutupnya lagi, Sri yg masih terjebak dalam ketakutanya, perlahan berdiri, melihat Dela yg kembali tidur, tidak lupa ia menutup kerandanya, lalu ke kamar. Pagi itu, seperti biasanya. Dini dan Erna sudah sibuk dengan kegiatanya sendiri, sementara Sri, ia pamit untuk menghabiskan waktu di kamar, Sri mengaku badanya tidak enak, namun yg sebenarnya terjadi, Sri melangkah pergi, menuju tempat yg ia dengar dari sosok yg ia temui semalam. Menelusuri jalan dengan kabut masih tebal, kiri kanan pohon tumbuh tinggi dengan semak belukar di setiap sisinya, setiap langkah kaki Sri terdengar gemerasak dedaunan yg berserakan dengan aroma tanah yg masih tercium sengak, Sri terus berjalan ke timur, sampai, melihat pohon itu.

BERSAMBUNG...

Sumber utas Twitter: Cerita Sewu Dino

Cerita Sewu Dino part 2 berakhir disini. Benda apa yang ditemukan Sri?***

Editor: Dyah Sugesti Weningtyas

Tags

Terkini

Terpopuler