Advokat Jadi Terdakwa Bisa Jadi Preseden Buruk, Penasihat Hukum: Tak Ada Pelanggaran Kode Etik!

13 Maret 2024, 21:10 WIB
Sekjen Peradi Dr H Hermansyah Dulaimi, SH MH, Advokat Jadi Terdakwa Bisa Jadi Preseden Buruk, Penasihat Hukum: Tak Ada Pelanggaran Kode Etik! /Portal Purwokerto/Dyah Sugesti W/

PORTALPURWOKERTO - Hari ini, Rabu 13 Maret 2024 sidang eksepsi digelar di Pengadilan Negeri Purwokerto untuk membantah sejumlah tuduhan Jaksa Penuntut Umum terkait kasus penggelapan. Terdakwa PMD yang diketahui seorang advokat mendapat tuduhan melakukan penggelapan tindak pidana Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Dalam nota keberatan terdakwa menyebutkan, dakwaan JPU harus batal demi hukum. "Kami percaya masih ada nurani yang jujur dalam pemeriksaan perkara ini, masih ada moral yang mendasari penegakan hukum yang benar dan bersih".

Sementara itu, kuasa hukum PMD, Hermansyah Dulaimi menyatakan, PMD tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan menilai dakwaan JPU tidak menjelaskan apa peran terdakwa.

"Peran terdakwa ini sebagai apa? Karena tugas terdakwa ini kan hanya kuasa hukum, PMD bertindak selaku kuasa. Ini bisa menjadi preseden buruk. Advokat menjalankan tugasnya dengan baik, ini hanya upaya kliennya untuk menghindari hutangnya," ujarnya pada wartawan.

Lebih lanjut, Hermansyah mengatakan ia telah menangani perkara ini sejak tahun 2016. "PMD tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Dia ini murni menjalankan kuasa. Ini memang puncaknya, kami sangat keberatan dengan mentersangkakan Pram. Ini menjadi preseden buruk untuk advokat seluruh Indonesia," ujar dia.

Kronologi Tuntutan JPU

Pada persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwokerto, yaitu Pranoto dan Boyke Hendro Utomo, mengajukan tuduhan terhadap terdakwa PMD atas dugaan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Baca Juga: Dua Warga Garut Ditangkap Polisi Gegara Curi Modul Perangkat BTS di Wangon


Sebagai alternatif, dakwaan juga mencantumkan Pasal 372 KUHP Jo Pasal 56 ke-2 KUHP atau Pasal 263 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP, atau Pasal 266 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana di atas lima tahun penjara.

Menurut Pranoto, terdakwa PMD bersama Cherry Dewayanto telah dijatuhi hukuman dalam kasus terpisah sesuai putusan Mahkamah Agung RI Nomor 419K/Pid/2023 pada Jumat, 10 Februari 2017, di Kantor KPKNL Purwokerto, Jalan Pahlawan Nomor 876, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah.

Mereka dinyatakan bersalah atas kepemilikan uang sebesar Rp. 2.500.000.500 yang berasal dari hasil lelang empat sertifikat tanah milik almarhum Lisanjati Utomo Binti Widyo Utomo yang digunakan sebagai jaminan.

Lanjutnya, terdakwa PMD, atas kuasa dari Cherry Dewayanto, mengajukan Permohonan Pelaksanaan Lelang Jaminan ke KPKNL Purwokerto melalui Surat Nomor: 001/SK/AM-01/02/2017 pada tanggal 10 Pebruari 2017 terhadap jaminan berupa empat sertifikat tanah milik saksi Lisanjati Utomo.

Saat pelaksanaan lelang, ternyata diketahui bahwa Cherry Dewayanto yang mewakili KSU Artha Megah Surakarta sudah tidak beroperasi lagi karena izin operasionalnya telah berakhir pada tanggal 25 Januari 2015.

Tidak hanya itu, Cherry Dewayanto pun sudah tidak menjabat lagi di KSU Artha Megah Surakarta. Selanjutnya, dari hasil lelang terhadap empat sertifikat tanah milik saksi Lisanjati Utomo, didapatkan uang sebesar Rp. 2.500.000.500, di mana terdakwa memperoleh sejumlah Rp. 190.000.000.***

Editor: Dyah Sugesti Weningtyas

Tags

Terkini

Terpopuler