Ritual yang dijalankan pada hari Rebo Wekasan berbeda-beda di setiap daerah. Beberapa daerah membagikan hasil bumi dalam bentuk gunungan, sementara yang lain membuang hasil bumi ke laut sebagai persembahan.
Awalnya, upacara ini diselenggarakan di tempuran, yakni tempat bertemunya dua sungai, Sungai Gajah Wong dan Sungai Opak. Pada awalnya, upacara ini terkait dengan pertemuan Sultan Agung dengan penguasa Pantai Selatan, yaitu Kanjeng Ratu Kidul.
Namun, seiring berjalannya waktu, upacara ini dianggap memiliki pengaruh negatif dan kemudian diubah menjadi prosesi mengarak gunungan hasil bumi dengan tujuan menghindari bencana dan kesialan lainnya.
Masyarakat Jawa memiliki kepercayaan bahwa melangsungkan pernikahan pada hari Rebo Wekasan dapat membawa kesialan. Bahkan, pernikahan yang dilakukan pada hari tersebut dianggap bisa berakhir dengan perceraian, pertengkaran berkepanjangan, dan kejadian sial lainnya.
Baca Juga: Doa Rebo Wekasan, Arab Latin Beserta Artinya, Doa Ini Dibaca Setelah Sholat Tolak Bala Rebo Wekasan
Selain itu, ada juga keyakinan bahwa keluar rumah pada hari Rebo Wekasan akan mendatangkan banyak kesialan. Bahkan, terdapat mitos yang menyatakan bahwa bayi yang lahir pada hari Rebo Wekasan harus menjalani ritual pembersihan khusus agar terhindar dari nasib buruk dan malapetaka seumur hidupnya.
Semua pandangan tentang Rebo Wekasan ini dapat berbeda-beda tergantung pada keyakinan dan tradisi masing-masing individu.***