MUI membuka ruang agar aset kripto menjadi komoditi perdagangan asalkan memenuhi persyaratan seperti ada penyerahan, permintaan, penawaran, dan dari sisi keamanan terjamin.
Sebelumnya, Ketua MUI Asrorun Niam Soleh mengatakan bahwa alasan MUI mengeluarkan fatwa kripto haram karena mengandung unsur gharar, dharar, serta bertentangan dengan UU nomor 7 tahun 2019 dan Peraturan Bank Indonesia (BI) nomor 17 tahun 2015.
MUI juga memutuskan bahwa aset kripto sebagai komoditi tidak sah untuk diperdagangkan. Sebab, aset kripto mengandung unsur gharar, dharar, dan qimar.
Selain itu, aset kripto dinilai tidak memenuhi syarat sil'ah secara syar'i. "Syarat sil'ah yaitu harus ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik, dan bisa diserahkan ke pembeli," kata Niam dikutip dari Antara.***