Kehidupan Sinta begitu keras. Jika aku masih dapat bersandar dan bergurau dengan orang tuaku, tidak dengannya.
Sinta telah ditinggal mati orangtuanya dua tahun lalu. Sungguh malang, ia masih memiliki 2 orang adiknya yang berusia 7 tahun, Ratih, dan Ratno, 9 tahun.
Meski tanpa orang tua, pantang bagi Sinta dan kedua adiknya untuk meminta-minta belas kasihan orang lain.
Sebelum kepergian kedua orangtuanya, ketiganya telah dididik untuk hidup mandiri. Masing-masing memiliki tugas yang harus dikerjakan di rumah.
Tak heran, sepeninggal orangtuanya, rumah mereka tetap tampak rapih dan bersih seperti biasanya. Yang berbeda adalah cara mereka menafkahi hidup mereka sendiri.
Sepulang sekolah, Sinta bekerja di ladang milik pamanku. Sekedar menyiangi rumput atau membantu buruh tani lainnya menanam padi atau memanennya.
Memang uang yang didapatkannya tidak banyak namun cukup untuk kehidupan mereka. Sementara Ratno menggembala sapi miliki pak Kades setelah sekolahnya usai.
Ratih memang masih terlalu kecil untuk bekerja. Tugasnya hanya menyiapkan nasi dan minuman di rumah.