Seketika dokter langsung mengajarkan treatment perawatan untuk di rumah nanti. Aku jadi penuh tanya; “siapa sih yang menginginkan Geta pulang dari RSUD A? Dokter atau rumah sakit?” Sedangkan keluarga masih ragu untuk membawanya pulang dengan keadaan begitu.
Di tanggal 3 Maret 2023 Geta dinyatakan harus pulang. Hanya selang NGT yang masih terpasang, kateter dilepas, infus dilepas. Lagi-lagi hanya matanya yang bergerak. Keluarga masih terkejut dengan pernyataan dokter dan staf RSUD A.
Keluarga bingung, apa bisa keluarga bisa merawat Geta dengan keadaan tersebut? Keluarga ingin Geta masih dirawat di RSUD A supaya bisa dikontrol secara medis, tapi RSUD menolak dengan alasan dokter sudah menyatakan Geta membaik dan bisa dirawat di rumah walaupun pasien BPJS bisa dirawat inap tanpa batasan waktu. Ya begitulah wewenang DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan).
Pihak keluarga mendesak RSUD A untuk membuat rujukan ke RS Margono (faskes III). RSUD A menolak dengan alasan: “Nanti di RS Margono juga belum tentu diterima karena belum tentu ada ruang di IGD dan ICU,” kata salah satu staf di RSUD A tersebut.
Dengan rasa kecewa sambil menunggu obat yang dihaluskan (karena Geta menggunakan selang NGT), keluarga mencoba menghubungi ambulans dari komunitas sosial untuk membawa Geta keluar dari RSUD A. Kateter dan infus dilepas, ambulans pun datang.
Keluarga berinisiatif membawa Geta langsung ke RS “H” karena keluarga bingung dengan kondisi yang dialami Geta, di rumah tidak ada yang tahu ilmu medis. Di RS H yang jaraknya lumayan jauh itu, Geta bertemu dengan dokter yang sama seperti di RSUD A.