Bakal Ada Dualisme Kepemimpinan Partai Demokrat? AHY Ketum Versi Munas 2020 VS Moeldoko Ketum Versi KLB

- 5 Maret 2021, 20:32 WIB
Agus Harimurti Yudhoyono dan Moeldoko
Agus Harimurti Yudhoyono dan Moeldoko /Pikiran-Rakyat.com

PORTAL PURWOKERTO – Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko ditetapkan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar di Deli Serdang Sumatera Utara, Jumat, 5 Maret 2021.

Meskipun belum hadir di lokasi KLB yang digelar dengan syarat konflik ini, Moeldoko mengaku siap menjadi Ketum Partai Demokrat versi KLB.

Pada KLB tersebut sebelumnya muncul dua nama sebagai Ketum, yakni Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko dan Mantan Sekjen Partai Demokrat Marzuki Alie.

Baca Juga: Moeldoko Diangkat Jadi Ketum Partai Demokrat Versi KLB Sumut, AHY: KLB Jelas Illegal dan Inkonstitusional

Setelah dilakukan voting, hasilnya Moeldoko terpilih menjadi Ketum Partai Demokrat, dan Marzuki Alie menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.

Padahal pada Munas Partai Demokrat Tahun 2020, sudah ada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang diangkat menjadi ketua umum yang sah.

Dikutip Portal Purwokerto dari Pikiran Rakyat dengan artikel ‘KLB Demokrat Angkat Moeldoko Jadi Ketum, Ada Dua Skenario Dualisme Kepemimpinan ke Depannya’, bahwa Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan akan ada dualisme kepemimpinan.

Baca Juga: Hilang Tiga Hari, Mayat Pria di Sungai Klawing Ditemukan Warga Purbalingga yang Sedang Memancing

“(Penetapan kepengurusan baru) Dengan AD/ART-nya sendiri yang katanya mirip dengan Kongres Demokrat 2005, pasti ke depan akan terjadi perdebatan politik,” kata Qodari saat ditemui disela konferensi pers AHY, Jumat sore.

Dengan adanya dualisme kepemimpinan, maka akan berproses sampai ke pengadilan. Hal ini berkaca dari pengalaman di dari partai lainnya.

Proses pengadilan ini bisa memakan waktu beberapa tahun, karena akan mulai dari tingkat yang paling rendah sampai yang paling tinggi, yakni Mahkamah Agung.

Baca Juga: Ji Soo Resmi Keluar dari ‘River Where The Moon Rises’, Benarkah Na In Woo Jadi Penggantinya? Ini Kata KBS

“Pengalaman partai lain bisa memakan waktu beberapa tahun. Nanti setelah beberapa tahun, baru diselenggarakan oleh Departemen Kehakiman dan berproses di KPU,” ujarnya.

Namun, melihat jadwal Pemilu pada 2024 yang sebentar lagi akan digelar, Qadari memprediksi maka harusnya sengketa itu segera selesai. 

Karena apabila ada konflik berlarut-larut pada sebuah partai, maka bisa mengorbankan sistem demokrasi dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara.

“Kalau nanti keduanya mengajukan calon, karena KPU bisa jadi katakanlah korban. Karena didesak kubu munas 2020 dan kubu KLB 2021,” katanya.

Baca Juga: Masih Dibuka Pendaftaran Sampai 7 Maret 2021, Kapan Pengumuman Kartu Prakerja Gelombang 13? Simak Disini

Sedangkan skenario kedua, akan meniru pengalaman dualisme di Partai Golkar. Dimana pernah terjadi konflik kepengurusan antara Aburizal Bakrie dan Agung Laksono.

Munas rekonsiliasi pun diselenggarakan dengan tidak diikuti kedua ketua, melahirkan nama baru memimpin partai pohon beringin Setya Novanto.

Sedangkan dualisme yang menempuh jalur hukum yakni di tubuh PKB, saat terjadi persengketaan antara Muhaimin Iskandar melawan Gus Dur di PKB, serta Djan Fariz melawan Surya Dharma Ali PPP.

Baca Juga: Dua Bulan Buron Usai Bobol Rumah di Pekuncen, Seorang Residivis Diringkus Satreskrim Polresta Banyumas

“Melihat dinamika yang terjadi, Saya cenderung melihat Partai Demokrat ini akan menjalani skenario PKB, sehingga legitimasi finalnya melalui hasil persidangan,” katanya.***

Editor: Yumi Karasuma

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah