Lama Ngamen Ngemis dan Mejeng jadi PSK , Kini Punya Ketrampilan Beromzet Jutaan  

- 6 November 2020, 15:34 WIB
/

 

PORTAL PURWOKERTO - Dulu, daerah ini  disebut sebagai Kampung Dayak. Orang mengenalnya sebagai wilayah yang kumuh. Warga yang bermukim di situ adalah  pengamen, pemulung, pengemis sampai pekerja seks komersial (PSK).

Mereka dulu biasa mangkal di sekitar terminal bus Purwokerto dan di jalanan. Tapi, itu sudah menjadi cerita lalu. Daerah yang dulunya kumuh, kini telah bersih, warga yang dulunya dianggap sebagai sampah masyarakat telah berubah total, lebih mandiri, dan dengan ketrampilannya mereka punya masa depan.

Catatan dari Pusat Studi Dakwah Komunitas (PSDK) Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), dari 350 jiwa yang ada di kampung setempat, kini mulai beralih sebagai perajin hingga tukang jahit. Hanya kurang dari 10% yang masih menjalani  kehidupan bak gelandangan.
 
Menurut Ketua PSDK UMP Bayu Kurniawan dalam beberapa tahun terakhir, pihaknya melakukan pendampingan di kampung dayak yang kini telah berubah namanya menjadi Kampung Sri Rahayu. “Ada dua pendampingan yang dilaksanakan yakni mendampingi anak-anak dan orang tuanya. Untuk anak-anak diberi beasiswa agar dapat sekolah. Sedangkan orang tuanya diberi bekal keterampilan, supaya dapat menjadi perajin,”ungkap Bayu usai acara Sarapan Bareng Warga Kampung Sri Rahayuj dengan Bupati Banyumas Achmad Husein dan Rektor UMP Anjar Nugroho pada Jumat 6 November 2020.
 
Bayu mengatakan, anak-anak yang diberi beasiswa dari SD hingga perguruan tinggi. Mereka harus sekolah setinggi-tingginya. “Hal ini penting sebagai langkah pemotongan mata rantai kemiskinan. Dengan pendidikan yang baik untuk anak-anak, maka setidaknya mereka tidak akan mengikuti jejak hidup orang tuanya yang tidak jelas, alias lontang lantung," katanya.
 
Anak anak tersebut  diikutkan dalam program kursus Inggris dan Arab hingga  mengaji. Proses edukasi terhadap anak yang terpinggirkan ini masih terus  berjalan sampai sekarang.
 
Pendampingan terhadap orang tua juga dilakukan dengan menekuni ketrampilan menganyam. Meski melalui proses yang panjang saat sekarang kini  mereka sudah tidak lagi hidup menggelandang tapi menjadi  perajin.
 
Saat sekarang yang masih bertahan sebagai pengemis pengamen tidak sampai tinggal 30 orang. Sekitar 90%  warga Kampung Sri Rahayu menjadi perajin hingga tukang jahit. Serta sudah mampu  memproduksi keset  dan masker dengan penghasilan Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per bulan.
 
Dijelaskan oleh Bayu, ada sejumlah kelompok yang dibentuk oleh PSDK UMP yakni kelompok perajin, kelompok tani dan kelompok lele. Nantinya, pihaknya akan mengajak mereka yang masih menjadi pengamen dan pengemis untuk ikut serta dalam pelatihan. “Proses ini akan terus berlangsung,”jelas dia.
 
Di tempat yang sama, Bupati Banyumas Achmad Husein mengaku gembira karena anak-anak di Kampung Sri Rahayu hampir seluruhnya mengenyam bangku pendidikan. “Dulunya, 10 anak ditanya, siapa yang sekolah, paling hanya satu orang. Namun saat ini, dari 10 anak yang ditanya, 9 di antaranya sudah bersekolah. Saat sekarang kampung ini sudah berubah karena campur tangan banyak orang termasuk PSDK UMP,”ujar dia.
 
Rektor UMP Anjar Nugroho mengatakan selain melakukan pendampingan, UMP juga memberikan layanan kesehatan secara gratis kepada warga Kampung Rahayu. “Pelayanan ini setiap hari rutin dilakukan sebagai antisipasi juga pada saat pandemi. Meski demikian juga pascapandemi akan tetap dilanjutkan,”jelasnya.
Perubahan di kawasan kumuh tersebut memang nyata, tak salah kemudian namanya menjadi Kampung Sri Rahayu dari sebelumnya kampung dayak. Sebuah upaya perubahan menuju kebaikan. Dharma Semito/evi yanti
 
 
 

Editor: Eviyanti


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x