Kol Inf H Djoko Sudantoko yang saat itu menjabat sebagai Bupati Banyumas adalah penggagas kajian ulang tentang Hari Jadi Kabupaten Banyumas.
Hal ini karena menurutnya kajian ulang bukan hal tabu melainkan keniscayaan agar pemerintah tak mewariskan sejarah yang keliru pada generasi mendatang.
Kemudian pada tahun 2015 DPRD Kabupaten Banyumas membentuk panitia khusus (pansus) untuk mengkaji kembali sejarah hari jadi. Hasilnya, hari lahir Banyumas tanggal 6 April 1582 pun berganti menjadi 22 Februari 1571.
Penetapan itu berdasarkan hasil kajian naskah Kalibening, naskah Krandji-Kedhungwuluh serta catatan pada Makam Adipati Mrapat di Astana Redi Bendungan (Dawuhan).
Berdasarkan hasil dari penelusuran sejarah, diketahui R Joko Kaiman (Adipati Mrapat) berkuasa antara 1571-1582. Artinya, tahun 1582 bukanlah awal melainkan akhir masa kekuasaan beliau.
Kamis Wage (Rabu sore) 22 Februari 1571, bertepatan dengan 27 Ramadhan 978 H, adalah momentum R Joko Kaiman yang bergelar Adipati Warga Utama II diangkat oleh Sultan Pajang sebagai Adipati Wirasaba VII menggantikan ayah mertua Adipati Warga Utama I (Adipati Wirasaba VI).
R Joko Kaiman kemudian membagi daerah kekuasaannya menjadi empat bagian. Yakni wilayah Banjar Pertambakan yang diberikan kepada Kyai Ngabehi Wirayudo, wilayah Merden (Kiai Ngabehi Wirakusumo), Wirasaba (Kiai Ngabehi Wargawijoyo), dan beliau sendiri kembali ke Banyumas membangun pusat pemerintahan baru.
Konon, daerah yang pertama dibangun sebagai pusat pemerintahan adalah Hutan Tembaga, sebelah barat laut daerah Kejawar. Di sana ada pertemuan Sungai Banyumas dan Sungai Pasinggangan atau sekitar Desa Kalisube-Pekunden Kecamatan Banyumas.
Karena keikhlasan R Joko Kahiman membagi wilayah kekuasaan menjadi empat bagian tersebut, ia kemudian dikenal sebagai Adipati Mrapat.