Badeg Mulai Jarang! Ini Cerita Penjual Badeg di Purwokerto Sajikan Minuman Seharga Rp3 Ribu per Gelasnya

- 7 Maret 2021, 08:31 WIB
Ruswanto, penjual minuman badeg yang masih bertahan hingga saat ini
Ruswanto, penjual minuman badeg yang masih bertahan hingga saat ini /Hening Prihatini


PORTAL PURWOKERTO - Air nira atau badeg dalam Bahasa Banyumasan merupakan salah satu minuman yang biasa dijajakan di wilayah Kabupaten Banyumas Raya.

Minuman badeg ini dapat dijumpai di pinggir jalan dengan bambu sebagai ciri khas penjualannya.

Rasanya yang manis akan menyegarkan saat minuman badeg ini ditambahkan es didalamnya terlebih diminum ketika terik matahari menusuk bumi.

Baca Juga: Gasak Toko Elektronik di Cilongok, Dua Pemuda Dibekuk Polresta Banyumas

Namun sayang, para penjual badeg ini sudah tak lagi banyak ditemui di jalan-jalan Kabupaten Banyumas Raya seperti di Banyumas, Cilacap, Kebumen, Purbalingga hingga Banjarnegara.

Seorang penjual badeg yang masih bertahan dari gempuran beragamnya minuman modern yang menawarkan tampilan lebih eye catching, tetap setia menunggu pembeli minuman sederhana yang telah ia jual dari dulu.

Adalah Ruswanto, seorang warga Desa Karangtengah Baturraden yang tak mau berpindah menjual lainnya namun minuman badeg.

Baca Juga: Offline dan Online, Ini Cara UMP Purwokerto Lakukan Wisuda Saat Pandemi Covid-19

Ia mengaku, saat ditemui Tim Portal Purwokerto pada Sabtu, 6 Maret 2021, bahwa ia telah menjual minuman badeg ini sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu bahkan sejak ia duduk di bangku sekolah dasar.

"Sejak saya SD kelas 3 saya udah jualan badeg. Sekitar tahun 80-an sampai sekarang," kata Pak Rus, sapaan akrabnya.

Pria berusia 40-an ini mengatakan bahwa sebelum berjualan di pertigaan Jalan Ringin Tirto ini, ia berjualan di Baturraden.

Baca Juga: Dapatkah Kamu Menemukan Jawaban Terkait Banyumas Provinsi Mana?

Pak Rus mengatakan bahwa penjual minuman badeg saat ini sudah jarang tak seperti dulu saat ia masih muda.

"Sekarang sudah jarang yang jualan badeg. Resikonya juga gede kalau mau jualan badeg. Nderes wit krambil (memanjat pohon kelapa)," katanya.

Ia bercerita tentang perjuangannya memanjat pohon kelapa yang tingginya bisa saja lebih dari 15 meter ini.

Baca Juga: Dua Bulan Buron Usai Bobol Rumah di Pekuncen, Seorang Residivis Diringkus Satreskrim Polresta Banyumas

Tanpa alat keamanan yang memadai, ia memanjat dan mengambil air nira atau badeg dari bunga kelapa yang dalam Bahasa Jawa disebut manggar.

"Badeg itu asalnya dari air manggar. Setiap hari saya manjat pohon kelapa, nderes, dua kali sehari. Pagi untuk mulai nderes, sore untuk ambil airnya. Kalau belum banyak saya tunggu hingga esok harinya," jelas Pak Rus.

Pak Rus bercerita bahwa sudah tiga kali ia jatuh dari pohon kelapa hingga merontokkan seluruh gigi depan bagian atas. Namun, ia tetap bersyukur masih diberi kesehatan hingga saat ini.

Baca Juga: Lagi, Balap Merpati di Purbalingga Dibubarkan Karena Berkerumun dan Melanggar Aturan PPKM

Dahulu, menurut ceritanya, saat ia masih muda, dalam sehari, ia dapat memanjat hingga 40 pohon dan menghasilkan banyak air nira.

"Sama istri saya dibuat gula merah sampai 15 kilo ada. Sisanya dibuat badeg. Tapi sekarang udah ngga kuat. Satu pohon aja udah cukup," kata bapak dua anak ini.

Meski demikian, Pak Rus mengatakan bahwa pohon kelapa yang dipanjatnya bukan miliknya sendiri. Ia menyewa pohon-pohon tersebut pada orang lain.

Baca Juga: Tiga Hari Dicari Nihil, Operasi Pencarian Kasilun yang Hilang di Hutan Pinus Pulosari Dihentikan

"Pohon kelapanya nyewa. Sebulan Rp10 ribu per pohon," jelasnya.

Sekarang ini, rata-rata ia hanya mampu mengumpulkan air nira atau badeg sebanyak 5-7 liter yang kemudian ia tawarkan kepada pembeli di Purwokerto.

"Dari Baturraden setiap hari ke Purwokerto. Sekarang sudah naik motor, dulu sih engga," ujar Pak Rus.

Baca Juga: Ini Penampakan Alun-Alun Purwokerto Selama Masa Pandemi Covid-19 Menghantam Wilayah Kabupaten Banyumas

Segelas minuman badeg yang ia tawarkan ini seharga Rp3 ribu. Setiap harinya, sekitar 5-7 liter minuman badeg ia bawa untuk dijual. Kadang minuman yang ia jajakan ini tak habis dan harus dibawa pulang kembali.

Saat masa pandemi Covid-19 melanda Banyumas Raya, hasil yang didapat Pak Rus menurun.

"Kalau sebelum masa pandemi biasanya dapat sampai Rp150 ribu. Tapi sekarang-sekarang ini biasanya Rp75ribu. Kadang lebih kadang kurang. Namanya juga jualan," kata Pak Rus yang bertubuh kurus ini.

Baca Juga: Kabar Terbaru BTS Banyumas: Tiga Koridor Bus BTS Trans Banyumas Tak Jadi Dibuka Pada April 2021, Ini Alasannya

Ketika ditanya tentang Bantuan Sosial (Bansos) yang digadang-gadang Pemerintah untuk rakyak cilik, hal mengejutkan justru diungkapkan Pak Rus.

"Saya engga pernah dapat bantuan. Beras juga engga dapat. Tapi ya sudah. Saya tahunya kalau engga jualan ya engga makan. Saya nderes hari ini ya untuk jualan hari ini ibaratnya," katanya.

Walaupun ia tak mencecap bantuan dari Pemerintah ini, semangat menghidupi keluarganya tetap tinggi.

Baca Juga: Eits, Sudah Tahu Belum Kalau Kantor Pelayanan Polsek Purwokerto Selatan Pindah? Ini Alamat Barunya

"Anak saya dua, satu sudah berkeluarga, satu masih SMP," jelasnya.

Segelas minuman badeg yang mungkin tak terlalu berharga bagi sebagian orang, begitu bermakna bagi Pak Ruswanto.***

Editor: Hening Prihatini


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah