Tinggalkan Keluarga di Palembang, Naik Sepeda Butut, Remaja 15 Tahun Adu Nasib Jual Kerai Bambu di Purwokerto

25 Januari 2021, 12:35 WIB
Zulkarnaen, remaja 15 tahun yang pergi meninggalkan keluarga di Palembang, merantau ke Purwokerto untuk mengadu nasib /Hening Prihatini/Evi Yanti


PORTAL PURWOKERTO – Pandemi Covid-19 yang menghantam Indonesia sejak tahun 2020 merontokkan semua mimpi seorang remaja yang berasal dari Palembang Sumatera Selatan.

Namanya Zulkarnaen, remaja berusia 15 tahun ini harus mengubur mimpi-mimpinya bersekolah tinggi demi membantu kedua orang tuanya di Palembang.

Ia harus membanting tulang agar kedua adiknya tetap dapat bersekolah di tanah kelahirannya, Palembang, meski ia sendiri memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahnya dan merantau ke tanah Jawa.

Baca Juga: Setelah 19.200 Dosis Vaksin Sinovac, Banyumas Diprediksi Terima Vaksin Tahap Kedua Pada Februari 2021

Tujuan Zulkarnaen bukan kota besar seperti Jakarta yang menjadi mimpi banyak para perantau mengais rezeki. Adalah Purwokerto, Banyumas, yang ada dibenak remaja tanggung ini.

“Paman saya di sini membuat kerai bambu. Saya ingin dapat uang buat bantu orang tua, jadi ikut jualan,” kata Zul, sapaan akrabnya.

Setiap pagi, Zul mengayuh sepedanya dengan membawa enam kerai bambu buatan pamannya. Ia harus berangkat pagi agar banyak orang yang melihat barang dagangannya dan kemungkinan membeli lebih besar.

Baca Juga: Shopee SMS, Kampanye Bulanan Terbaru dari Shopee Tawarkan Gratis Ongkir Rp0 dan ShopeePay Deals Rp1

“Saya jualan di Pasar Karang Lewas, karena rumah jauh, saya harus berangkat pagi. Biasanya jam 04.30,” ujar Zul sambil sesekali menyeka peluhnya.

Dengan sepeda bututnya yang tanpa lampu, Zul menembus jalanan panjang Gunung Tugel menuju ke Karang Lewas, Purwokerto Barat, yang gelap dan dingin setiap harinya.

Membawa enam kerai bambu yang cukup berat, kadang menyusahkan kayuhan sepedanya melalui 13 KM jalan berkelok menanjak dan menurun.

Baca Juga: Bupati dan Ketua DPRD Banyumas Tak Ikut Divaksin dalam Vaksinasi Covid-19, Ini Alasannya

Keuntungan yang didapatnya pun tak seberapa. Dari keenam kerai bambu yang dibawanya, tak selalu laku dibeli orang.

“Satu kerai bambu saya jual Rp170 ribu. Maksimal sehari cuman dua kerai yang laku. Seringnya tak ada satupun yang beli. Keuntungan saya Rp50 ribu,” tambah Zul.

Ketika ia mendapatkan uang dari berjualan kerai bambunya, ia sisihkan untuk keluarganya di Palembang.

Baca Juga: Daftar Bantuan UMKM Online Lewat Pembiayaan.depkop.go.id 2021, Begini Syarat dan Mekanismenya

Dua bulan sekali, uang hasil keringatnya, ia kirim ke orang tuanya yang setiap hari menjadi petani.

“Ayah saya petani. Kami tak punya apa-apa di rumah. Adek saya dua dan masih bersekolah. Uang yang saya dapat biasanya dikirim dua bulan sekali,” katanya.

Ia merantau hingga ke Purwokerto karena disana ia bingung mau bekerja apa.

Baca Juga: 7 Camilan dan Buah Khas yang Dinikmati Bersama Keluarga saat Imlek di Keluarga Tionghoa

“Tak ada kerjaan di sana untuk anak seusia saya. Tak apa saya merantau dan menjual kerai agar orang tua dan adek-adek saya bisa tetap makan,” terang Zul.***

Editor: Hening Prihatini

Tags

Terkini

Terpopuler