Studi Insiden Peretasan pada Industri Crypto, Butuh 5 Hari untuk Volatilitas Berubah, Waspada!

- 10 Maret 2022, 10:52 WIB
Ilustrasi, Studi Insiden Peretasan pada Industri Crypto, Butuh 5 Hari untuk  Volatilitas Berubah, Waspada!
Ilustrasi, Studi Insiden Peretasan pada Industri Crypto, Butuh 5 Hari untuk Volatilitas Berubah, Waspada! /NeONBRAND/Unsplash

PORTAL PURWOKERTO - Sebuah studi terhadap kasus peretasan dalam industri Crypto atau crypto hack, dilakukan oleh sebuah tim dari Universitas Vaasa, Finlandia.

Menurut Chainalysis, pada tahun 2021, penjahat crypto secara langsung mencuri cryptocurrency senilai 3,2 miliar USD atau lebih dari Rp45,7 triliun.

Skala pencurian ini telah mendorong tim dari Universitas Vaasa, Finlandia yang dipimpin oleh Dr. Klaus Grobys, untuk melihat apa efek peretasan besar ini terhadap harga Bitcoin.

Disclaimer: Artikel ini tidak mengajak maupun menyarankan pembaca untuk membeli. Setiap pembelian aset kripto harus dilakukan dengan hati-hati dan mengetahui resiko yang akan dihadapi. Artikel ini tidak mencerminkan sikap maupun pandangan Portal Purwokerto.

Baca Juga: Bomb Crypto Game, Cara Main dan Penjelasan Game yang Disebut Dapat Mendulang Coin Crypto

Tim kemudian memutuskan untuk memilih periode waktu penelitian. Kemudian mempelajari apa yang dilakukan pasar setelah berita peretasan mencapai pers arus utama (headline).

Pada periode tahun 2013 hingga 2017, tidak tanggung-tanggung, ada sekitar 1,1 juta bitcoin yang telah dicuri.

Jumlah ini tentu merupakan angka yang fantastis. Bayangkan, harga 1 Bitcoin setara dengan Rp584 juta dengan kurs saat ini.

1,1 juta Bitcoin berarti lebih dari Rp643 triliun yang telah dicuri dari pasaran. Kerugian moneter ini dianggap memiliki dampak besar pada pasar dan masyarakat.

Baca Juga: Ukrania Legalisasi Crypto dan Terima Bitcoin dari Seluruh Dunia, Rubel Rusia Anjlok Akibat Sanksi Ekonomi

Dalam penelitian yang dipublikasikan pada artikel penelitian Dr. Klaus Groby, tim telah melakukan penelipian menyeluruh terhadap 29 insiden peretasan yang telah terjadi di pasar Bitcoin pada periode 2013 hingga 2017.

HAsil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa, setelah terjadinya serangan siber, volatilitas Bitcoin tidak merespon dengan peningkatan ketidakpastian antara hari berikutnya dan hari keempat.

Bahkan, dibutuhkan 5 hari agar insiden peretasan yang diketahui, berdampak pada harga Bitcoin.

 

Jadi mengapa penundaan? Respons atas terjadinya insiden tersebut yang terlambat menunjukkan ketidakefisienan di pasar Bitcoin.

Baca Juga: Kripto, Seluk Beluk Mata Uang Digital yang Mulai Digemari Sebagai Investasi di Dunia dan Indonesia Saat Ini

Penelitian tersebut juga menemukan hal lain yang menarik. Peretasan di pasar Bitcoin juga memengaruhi pasar crypto lainnya.

Ada efek penularan dalam volatilitas yang terkait dengan insiden peretasan. Misalnya, volatilitas di pasar Ethereum meningkat tajam dengan penundaan waktu 5 hari. Dan besarnya volatilitas cocok dengan Bitcoin.

“Studi saya adalah upaya pertama untuk mengungkap faktor risiko potensial dan pengaruhnya terhadap pasar keuangan digital baru yang sedang berkembang. Serangan siber hanyalah salah satu dari faktor risiko baru ini,” ujar Dr. Klaus Groby.

Dr. Klaus Grobys meraih gelar PhD di bidang Keuangan di University of Vaasa, Finlandia. Ia juga seorang Adjunct Professor of Economics dengan spesialisasi dalam Penetapan Harga Aset di University of Jyväskyla, Finlandia.

Baca Juga: Apa Itu KRIPTO Adalah Mata Uang Digital yang Banyak Diminati Generasi Milenial dan Gen Z Mata Uang Masa Depan?

 

Dilansir dari laman Departemen Kehakiman Amerika Serikat, pada 8 Februari 2022 dua orang ditangkap dengan tuduhan konspirasi peretasan pertukaran mata uang virtual yang terjadi pada 2016 lalu.

Dua orang tersebut ditangkap dengan dugaan konspirasi untuk mencuci mata uang kripto yang dicuri selama peretasan Bitfinex 2016.

Saat ini aset yang dicuri bernilai sekitar 4,5 miliar USD atau lebih dari Rp64,4 triliun dan menjadikan kasus ini menjadi kasus penyitaan keuangan terbesar yang pernah dilakukan oleh AS.

Baca Juga: TOFU NFT, Marketplace NFT Terbesar di Binance Smart Chain, Ini Semua yang Perlu Anda Ketahui

Ilya Lichtenstein dan Heather Morgan diduga menerima Bitcoin curian hasil retasan selama lima tahun terakhir, yang dicuri dari platform Bitfinex, sebuah bursa pertukaran mata uang crypto.

Dalam penangkapan tersebut, pihak berwajib berhasil menyita aset Bitcoin bernilai lebih dari 3,6 miliar USD atau lebih dari Rp51,5 triliun.

“Penangkapan hari ini, dan penyitaan keuangan terbesar departemen yang pernah ada, menunjukkan bahwa cryptocurrency bukanlah tempat yang aman bagi para penjahat,” ujar  Lisa O. Monaco, Wakil Jaksa Agung AS.

Pencurian mata uang digital yang dilakukan melalui skema pencucian uang yang kompleks dapat merusak kepercayaan terhadap mata uang crypto.***

 

Editor: Lasti Martina

Sumber: beincrypto.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah