UU ITE Kini Trending di Twitter Usai Viral Kasir Unggah Slip Gaji di Facebook

- 28 September 2021, 20:00 WIB
Ilustrasi gajian. UU ITE Kini Trending di Twitter Usai Viral Kasir Unggah Slip Gaji di Facebook
Ilustrasi gajian. UU ITE Kini Trending di Twitter Usai Viral Kasir Unggah Slip Gaji di Facebook /Pixabay
 
PORTAL PURWOKERTO – UU ITE kini trending di Twitter, ada apa? Ternyata hal ini berawal dari kisah seorang kasir yang mengunggah slip gajinya.
 
Peristiwa ini berawal dari unggahan Lisa Amelia di media sosial. Ternyata unggahan Lisa Amelia di Facebook menjadi sangat viral. 
 
Keluhannya terkait potongan gaji tak ditanggapi, tapi ia kini diharuskan membayar denda karena dianggap sudah mencemarkan nama baik tempat kerjanya.
 
 
Selain itu Lisa juga diancam oleh pemilik JS Swalayan untuk dilaporkan ke polisi dengan munggunakan UU ITE Pasal 45.
 
Banyak netizen yang menyayangkan akan pasal pada UU ITE yang kini tengah trending di Twitter.
 
"Pasal karet, harus direvisi, jika perlu dihapus saja," ujar akun @Torez****.
 
"PLIS YG BACA TWIT INI TOLONG VIRALKAN. Mba mba yang ngeluh gaji di JS Swalayan akhirnya dipecat, tolong viralin, ga tega bgt pliss," ujar akun @are***.
 
 
 
Sementara itu, sebelum permasalahan UU ITE viral, Amnesty International Indonesia sempat memberikan kritik terkait pasal UU ITE.
 
 Akun Twitter @amnestyindo mengunggah beberapa pasal dalam UU ITE yang diklaim bermasalah.
 
Berikut ini rangkuman beberapa pasal UU ITE yang dikritik oleh Amnesty International Indonesia, dikutip dari akun @amnestyindo:
 
1. Pertama, Pasal 27 (1) tentang penyebaran informasi elektronik yang melanggar kesusilaan.
 
Ketentuan “muatan yang melanggar kesusilaan” ini tidak mempunyai batasan yang jelas terkait pengaduan kesusilaan sehingga bisa memukul rata setiap aduan menggunakan pasal ini.
 
Pasal ini juga malah berpotensi mengkriminalisasi korban kekerasan seksual seperti kasus Baiq Nuril, yang menyebarkan bukti rekaman audio pelecehan seksual terhadap dirinya.
 
 
2. Kedua, Pasal 27 (3) tentang pencemaran nama baik.
 
Ketentuan “penghinaan dan atau pencemaran nama baik” pada pasal ini bisa menimbulkan penafsiran bermacam-macam karena tidak ada ukuran obyektif yang dimaksud secara jelas untuk menentukan apakah seseorang telah melakukan penghinaan atau pencemaran nama baik.
 
Ini mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi masyarakat.
Pasal ini juga bisa sangat subyektif tafsirannya, baik dari penegak hukum atau pihak lainnya. Selain itu pasal ini juga rentan dimanfaatkan oleh siapa saja yang merasa tidak suka dengan pernyataan orang lain.
 
3. Ketiga, Pasal 28 (2) tentang ujaran kebencian dan SARA
 
Frasa “menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan” juga multi tafsir, karena tidak ada batasan yang jelas tentang tindakan apa saja yang dianggap menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan.
 
Selain itu, tidak ada batasan yang jelas mengenai ketentuan SARA dalam pasal ini. Karenanya, pasal ini juga berpotensi merepresi minoritas agama.
 
Frasa “antar golongan” juga mempunyai makna yang abstrak. Ini bisa dijadikan alat untuk mengkriminalisasi institusi.
 
4. Keempat, Pasal 29 JO Pasal 45 B tentang ancaman kekerasan.
 
Pasal ini merupakan duplikasi Pasal 335 (1), Pasal 368, dan Pasal 369 KUHP dengan rumusan yang karet, luas, dan multi tafsir.
 
Banyak ahli pidana dan pemerintah di negara lain masih sulit merumuskan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (bullying).***
 

Editor: Dyah Sugesti Weningtyas


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah