FPI Sebut Pemerintah Bubarkan Mereka sebagai Pengalihan Isu Penembakan 6 Laskar

- 30 Desember 2020, 22:12 WIB
Ilustrasi Front Pembela Islam (FPI) yang baru saja dilarang oleh pemerintah.
Ilustrasi Front Pembela Islam (FPI) yang baru saja dilarang oleh pemerintah. /ANTARA/Akbar Nugroho Gumay/nz

PORTAL PURWOKERTO - Pemerintah secara resmi membubarkan Front Pembela Islam (FPI) yang dipimpin oleh Muhammad Rizieq Shihab. Sehingga seluruh kegiatan dari organisasi masyarakat ini dilarang.

Pelarangan ini dikeluarkan melalui surat keputusan bersama (SKB) yang diteken sejumlah kementerian/lembaga dan berlaku sejak 30 Desember 2020.

Pengumuman ini langsung disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Mahfud MD pada Rabu, 30 Desember 2020.

Baca Juga: Seram, Pewarna Pada Cabai Rawit di Cat Merah Sulit di Cuci, Hati Hati Bagi Penyuka Sambal

Mahfud MD mengatakan jika pembubaran ini sesuai dengan  sesuai peraturan perundang-undangan dengan mengacu keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) nomor 82/PUU112013 tertanggal 23 Desember tahun 2014.

Mahfud pun menjelaskan beberapa alasan terkait pelarangan FPI, salah satu alasannya yakni, FPI melakukan sweeping secara sepihak dan melakukan kegiatan yang melanggar.

Menanggapi keputusan ini, pihak FPI telah merilis pernyataan resmi yang memuat beberapa poin keterangan.

Baca Juga: Viral Video Bullying Pelajar di Cilacap, Polisi Belum Tetapkan Tersangka

Dalam pernyataan pers yang dikutip Portal Purwokerto dari Portal Jember dengan artikel berjudul ‘FPI Menilai Keputusan Pemerintah sebagai Pengalihan Isu Kasus Penembakan 6 Anggota Laskar’, dikatakan bahwa keputusan pemerintah melarang FPI merupakan pengalihan isu.

“Keputusan Bersama melalui enam Instansi Pemerintah kami pandang adalah sebagai bentuk pengalihan issue dan obstruction of justice (penghalang-halangan pencarian keadilan) terhadap peristiwa pembunuhan 6 anggota Front Pembela Islam dan bentuk kedzaliman yang nyata terhadap rakyat sendiri,” tulis FPI melalui siaran persnya.

FPI juga menilai keputusan ini merupakan pelanggaran terhadap Konstitusi Paal 28E ayat (3) UUD 1945, Pasal 24 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Putusan Mahkamah Konstitusi 82/PPU-XI/2013.

Baca Juga: Jelang Tahun Baru Kebumen 'Lockdown' Empat Hari, Antisipasi Covid -19 di Wilayah Zona Merah

“Bahwa hak berserikat adalah Hak Asasi Manusia yang hanya boleh dikurangi dalam keadaan darurat,” katanya.

Untuk itu, FPI menganggap keputusan pemerintah tidak memiliki kekuatan hukum, baik dari segi legalitas maupun dari segi legitimasi.

Adapun SKB dengan Nomor 220/4780 Tahun 2020, Nomor M.HH/14.HH05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII Tahun 2020, dan Nomor 320 Tahun 2020 tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI ini ditandatangani oleh enam kementerian/lembaga hingga Kapolri.

Baca Juga: Paus Ukuran 30 Meter Masuk Segara Anakan Cilacap, Nelayan Memandu ke Laut Lepas

Pihak-pihak yang menandatangani SKB tersebut adalah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar.

Ketika membacakan poin-poin dalam SKB, Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof. Edward Omar Sharief Hiariej, mengatakan salah satu pertimbangan pelarangan kegiatan FPI adalah menjaga kemaslahatan ideologi Pancasila.

Baca Juga: Mengaku sebagai Pemain di Video Syur 19 Detik, Gisel Ditetapkan Jadi Tersangka

“Bahwa untuk menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, keutuhan NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,” ujar Edward, dikutip Portal Purwokerto dari Antara.*** (Lulu Lukyani/Portal Jember)

Editor: Yumi Karasuma

Sumber: Portal Jember Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah